Oleh : Muhammad Husni Tamrin

Tulisan singkat ini berawal dari sebuah diskusi yang menarik pada mata kuliah Filsafat Ilmu yang dipandu oleh Rektor Universitas Islam Indonesia, Prof. Fathul Wahid. Pada akhir sebuah pertemuan, beliau menanyakan kepada mahasiswa, dalam mengembangkan peradaban dan ilmu pengetahuan, apakah kita harus bertanding dengan orang lain atau justru bersanding dengan mereka? Beberapa mahasiswa kemudian sepakat, bahwa bersanding adalah solusi dalam mengembangkan peradaban ilmu pengetahuan, banyak hal yang tidak kita miliki, tapi justru dimiliki oleh pihak lain, sehingga bersanding merupakan jalan. Akan tetapi ada juga yang menyampaikan bertanding adalah pilihan yang baik. Namun, menurut penulis, keduanya bukan merupakan sebuah pilihan, karena bertanding dan bersanding adalah ajaran yang sama-sama ditanamkan dalam islam. Keduanya harus ada dalam proses pengembangan peradaban ilmu pengetahuan.

Bertanding dalam hal ini yang dimaksud adalah perintah untuk fastabiqul khairat atau berlomba-lomba dalam kebaikan, sebagaimana dalam firmannya yang disebutkan dalam al-Qur’an (Al-Baqarah [2]: 148). Bertanding dalam kamus besar bahasa Indonesia berarti berlomba, yang bermakna atas-mengatasi, dahulu-mendahului. Dalam syarah hadits Arbain Iman An-Nawawi dijelaskan, berlomba-lomba dalam menambah amal sholeh merupakan sesuatu yang disyariatkan dan dianjurkan bagi setiap muslim. Bahkan, sebuah bangsa yang maju terdapat rakyatnya yang gemar berlomba-lomba dalam kebajikan. Sebaliknya, sebuah bangsa akan tertinggal dari bangsa lain bahkan akan hancur jika rakyatnya enggan dalam melakukan itu.

Kata khairat dalam fastabiqul khairat tidak hanya terbatas pada kebaikan ibadah mahdhah saja, melainkan juga kebaikan ibadah ghairu mahdhah. Contoh kecilnya, lomba merawat taman tingkat RT. Kegiatan tersebut dapat menciptakan kemanfaatan bagi manusia bahkan makhluk hidup lainnya, karena dapat mewujudkan lingkungan sehat dan kaya akan oksigen. Jika diniatkan untuk kebaikan, maka hal tersebut tergolong sebagai ibadah ghairu mahdhah yang tentunya mendapatkan pahala.

Semangat bersaing juga harus ditanamkan dalam mengembangkan ilmu pengetahuan. Sejak kita kanak-kanak, sudah ada banyak lomba-lomba yang ditujukan untuk mengasah kemampuan dan potensi kita, misalnya lomba menggambar, mewarnai, sampai lomba hafalan juz amma. Lomba-lomba ini tidak kita sadari dapat meningkatkan keterampilan dan kompetensi kita dalam suatu bidang. Lomba-lomba ini memiliki manfaat untuk menguji ilmu yang telah dipelajari, meningkatkan keterampilan, membantu mengarahkan potensi diri, sampai meningkatkan kemampuan kolaborasi dan kerjasama.

Untuk mengembangkan peradaban ilmu pengetahuan, semangat bertanding saja tidak cukup, namun perlu adanya semangat kolaborasi atau bersanding. Sebagaimana disebutkan dalam al-Qur’an surat Al-Imran [3]: 159, Nabi Muhammad SAW adalah Nabi yang suka bermusyawarah. Walaupun Rasulullah adalah maksum, atau makhluk tanpa dosa, tapi posisi itu justru tidak membuat beliau tinggi hati dan meremehkan orang-orang disekitarnya. Dalam tafsir Ibnu Katsir dijelaskan tentang kebijaksanaan Rasulullah yang tak segan bertanya dan berkonsultasi persoalan strategis atau perang kepada para sahabatnya.

Musyawarah adalah bentuk kesadaran kita sebagai manusia sosial yang tak bisa dilepaskan dari manusia lainnya. Antara satu orang dan orang lainnya senantiasa berhubungan saling membutuhkan. Tak hanya untuk urusan pemenuhan kebutuhan fisik saja, tapi juga kebutuhan buah pikiran. Musyawarah menjadi sarana untuk menambal kekurangan-kekurangan, saling menguatkan kelemahan, dan bersama memperbaiki ketika terjadi ketidaksempurnaan.

Dua pola pikir manusia tentu lebih baik daripada  satu. Kita tidak tahu buah pikir orang lain akan lebih baik dan dapat memberikan kemaslahatan, prespektif baru yang lebih efektif dan efisien. Betapa banyak ketidakpuasan, ketidakcocokan, bahkan kekacauan yang ditimbulkan akibat sikap egois dan otoriter alias enggan bermusyawarah. Kasus ini sering kita jumpai di kehidupan rumah tangga dan bermasyrakat.

Hal lain yang perlu diingat, musyawarah bermanfaat untuk mencapai pada pilihan pendapat terbaik. Dengan saling memberikan pendapat, mengisi kekurangan kawan atau sebaliknya, potensi terjerumus pada pilihan pendapat terburuk akan terminimalisasi. Jika ada resiko yang harus ditanggung –jika hal itu menyangkut urusan publik– beban itu juga cenderung lebih ringan. Karena keputusan diambil secara kolektif, tanggung jawab pun akan dipikul secara bersama-sama.

Demikian pula dalam mengembangkan ilmu pengetahuan, sekolah-sekolah memberikan tugas kelompok agar murid dapat berdiskusi bersama mencari solusi terbaik dari suatu persoalan. Sudah banyak juga sekolah yang menyediakan lembaga musyawarah, atau menyediakan jam khusus untuk musyawarah membahas topik-topik yang telah ditentukan. Tak hanya sampai di situ saja, pada jenjang perkuliahan pun mahasiswa masih ditanamkan semangat bermusayawarah melalui tugas kelompok. Hal tersebut dapat memupuk sikap toleransi, tidak egois, dan suka bermusyawarah dari mahasiswa.

Sebagai contoh, salah satu pemenang Program Kreativitas Mahasiswa – Teknologi (PKM-T) tahun 2022 adalah kelompok mahasiswa yang menemukan bahan bakar mesin dari air. Tentu hal ini dapat berdampak positif bagi perkembangan peradaban ilmu pengetahuan dan teknologi. Inovasi ini dapat terwujud tidak lain karena terdapat semangat bertanding dan berkolaborasi/bersanding dari beberapa pihak, yakni penyelenggara, pemberi dana, mahasiswa jurusan kimia, fisika, teknik mesin, teknik industry, dan lain-lain.

Sehingga, kedua opsi tersebut bukanlah sebuah pilihan yang harus diambil salah satu, melainkan dua hal yang sama-sama dilakukan dalam koridor dan batasan masing-masing. Bertanding akan membuat kita berlari lebih cepat, dan bersanding akan menjadi bahan bakar yang membuat lari kita lebih jauh.

Penulis : Mahasiswa Program Doktor Ilmu Ekonomi Universitas Islam Indonesia

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

PHP Code Snippets Powered By : XYZScripts.com